Minggu, 31 Oktober 2010

Berdoa dengan Hati yang Tulus

"Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:5)

"Bagaimana sih aku harus berdoa? Aku bukan orang yang pintar merangkai kata." Itu kata seorang teman ketika saya menyarankan dirinya untuk mulai mengisi hari-hari dengan doa. Mungkin ada yang tertawa mendengar pertanyaan itu, tapi sebenarnya ada banyak orang yang mengira bahwa doa itu sama seperti puisi atau lirik lagu, yang harus dibuat bersajak, memakai kata-kata yang terangkai indah atau malah sepanjang mungkin. Tidaklah mengherankan jika banyak orang yang tidak berani memimpin doa bahkan dikalangan teman-temannya sendiri. Bagus tidaknya sebuah doa bukan lagi didasarkan kepada kesungguhan hati, ketulusan dan kejujuran, melainkan kehebatan bermain kata. Doa bukan lagi merupakan sarana hubungan antara kita dengan Tuhan, namun sudah bergeser maknanya menjadi ajang untuk memamerkan kemampuan merangkai kata atau mencari popularitas diri sendiri.

Bukan itu yang dicari Tuhan dari kita. Bukankah Tuhan sendiri sudah berfirman bahwa "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7) ? Tuhan tidak melihat hebat tidaknya rangkaian kata-kata puitis, tapi Dia melihat hati kita. Apakah doa yang kita panjatkan berasal dari hati yang tulus, atau semua itu hanyalah dilakukan untuk memamerkan diri kita sendiri didepan orang lain. Ketika makna doa bergeser menjadi untuk kepentingan duniawi, agar dipuji orang, agar terlihat suci, sebagai ajang pameran rohani, maka sesungguhnya Tuhan pun tidak lagi berkenan atas doa-doa yang kita panjatkan, meski dalam rangkaian kata yang begitu indah. Doa yang didengarkan Tuhan adalah doa yang didsarkan kepada kejujuran atau ketulusan bukan kepura-puraan.

Kita bisa melihat reaksi Yesus terhadap orang-orang Farisi. Ketika itu orang Farisi terkenal dengan kegemarannya berdoa di sudut-sudut jalan yang ramai, ditengah pasar atau kerumunan orang. Pokoknya dimana ada keramaian, maka mereka pun segera pasang aksi. Mereka mengira Tuhan akan terkesan dengan perilaku mereka, namun sebenarnya justru sebaliknya. Tuhan tidak suka dengan gaya seperti ini. Yesus pun segera mengingatkan murid-muridNya untuk tidak meniru cara tersebut. "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (Matius 6:5). Yesus pun melanjutkan bahwa berdoa itu justru sebaiknya dilakukan dengan mencari tempat yang sepi dan tenang, seperti di dalam kamar, agar kita bisa memusatkan seluruh diri kita untuk mencari Bapa dan mendengarkan suaraNya. "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (ay 6). Tidak cukup sampai disitu, Yesus pun melanjutkan peringatan agar kita jangan bertele-tele dalam berdoa. Berpanjang lebar, berulang-ulang seolah-olah Tuhan itu pelupa atau sulit mengerti isi hati kita. "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." (ay 7). Mengapa demikian? "karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya." (ay 8). Lalu Yesus pun memberikan contoh doa yang baik yang kita kenal dengan Doa Bapa Kami. (ay 9-15).

Apa yang diajarkan Yesus sesungguhnya jelas. Dia mengingatkan kita bahwa doa itu dipanjatkan hanya untuk Tuhan saja, dan bukan untuk didengarkan manusia. Ini berarti bahwa Tuhan mementingkan isi hati kita yang tulus, datang dan mengatakan apa adanya di hadapan Tuhan, mencurahkan isi hati kita tanpa ada agenda-agenda terselubung, tanpa ada maksud lain selain menjalin hubungan secara langsung dengan Tuhan. Ketika berdoa dilakukan agar mendapat pujian, supaya dinilai hebat rohani oleh orang lain, agar terlihat pintar bermain kata-kata puitis, punya banyak perbendaharaan kata dan lain-lain, ketika itu pula kita menjadi orang yang munafik. Dalam kemunafikan tidak ada lagi ketulusan. Motivasi berdoa yang benar itu sungguh penting. Berdoa nonstop 24 jam pun akan percuma apabila dilakukan dengan motivasi yang hanya mencari perhatian dari orang lain.

Tuhan sangat tidak menyukai orang-orang munafik yang mempergunakan doa untuk tujuan atau motivasi yang hanya mencari pujian. Lihat apa kata Tuhan mengenai hal ini. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Keajaiban yang menakjubkan bukanlah keajaiban dalam arti positif, tapi mengacu kepada pukulan yang bertubi-tubi. Jurang kebinasaan pun menganga di depan mata.

Firman Tuhan berkata "Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit." (Pengkotbah 5:2). Ini mengingatkan kita untuk tidak mementingkan rangkaian kata-kata panjang. Apa yang berkenan bagi Tuhan adalah doa yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, yang berasal dari hati yang tulus. Ketulusan sungguh memegang peranan penting dalam menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan. Dengan menerima Kristus sebagai Juru Selamat dan mendapatkan anugerah Roh Kudus dalam diri kita, sudah seharusnya kita datang kepada Bapa dengan hati yang tulus ikhlas dan iman yang teguh. "Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni." (Ibrani 10:2). Janganlah sama dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, yang mengira bahwa doa yang dijawab adalah doa yang dirangkai dengan kata-kata mutiara, berpanjang lebar atau berulang-ulang, atau bahkan berupa hafalan. Berdoa dengan kata-kata indah itu bagus, tapi semua itu tidaklah ada gunanya jika bukan berasal dari hati yang tulus. Jika seperti itu, jangan harap Tuhan mau menjawab doa kita. Hati Tuhan akan tersentuh jika kita berdoa dengan hati yang tulus, karena apa yang ada di hati kita,itulah yang dilihat Tuhan. Tidak perlu bingung seperti teman saya ketika hendak berdoa. Datang apa adanya, membawa diri kita sendiri dengan jujur di hadapan Allah akan jauh lebih bernilai daripada doa yang mementingkan gaya dan motivasi-motivasi salah lainnya. Bukan cara kita berdoa yang paling penting, tetapi sikap hati kita ketika melakukannya, itulah yang dilihat Tuhan.



sumber:(renungan-harian-online.com)

Sabtu, 30 Oktober 2010

Kesetiaan

"Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." Amsal 19:22

Setiap kali pulang kerja, selalu saja bahagia rasanya melihat kedua anjing yang kami miliki berlarian menyambut kepulangan saya. Berlarian di sekitar saya, memanjat kaki minta digendong dan disayang bahkan sebelum saya sempat membuka sepatu. Secapai-capainya saya bekerja, melihat kedua anjing kecil ini menyambut dengan begitu gembira membuat lelah rasanya hilang seketika. Bukan main memang kesetiaan anjing kepada majikannya. Tidak ada yang aneh dengan hal itu. Ketika anjing bisa begitu setia, mengapa manusia semakin hari semakin sulit untuk melakukannya? Kesetiaan saat ini sudah menjadi barang langka. Selingkuh bagi kebanyakan orang sudah dianggap sebagai hal yang wajar. Berbagai dalih dan alasan pun diangkat sebagai pembenaran. Kurang perhatian, tidak mampu merawat diri, tidak mampu mencukupi kebutuhan dan banyak lagi alasan lain akan dipakai sebagai justifikasi dari tindakan berselingkuh ini. Virus selingkuh tidak saja didominasi laki-laki, tapi saat ini di antara kaum perempuan pun banyak terkena virus yang sama. Berbagai sinetron dan lagu mulai gemar merambah wilayah yang satu ini, secara tidak langsung semakin "memasyarakatkan" perselingkuhan. Istilah "SLI" atau "Selingkuh Itu Indah" sudah begitu populer bagi kebanyakan orang. Malah seorang teman pernah berkata bahwa selingkuh itu memang indah, asal jangan sampai serius. Itu di kalangan suami istri atau pasangan kekasih. Dalam pekerjaan pun ada begitu banyak orang tidak lagi mempunyai prinsip setia. Berbagai penyelewengan, korupsi, pencurian, penipuan dan lain-lain kerap kali menjadi masalah besar di berbagai tempat kerja.

Kesetiaan bukanlah hal yang penting lagi di kalangan masyarakat dewasa ini. Padahal sudah sejak ribuan tahun yang lalu kita diingatkan untuk selalu menjaga sikap setia dalam kehidupan kita. Amsal Salomo berkata "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." (Amsal 19:22). Lihatlah betapa kesetiaan sangatlah penting di mata Tuhan. Lebih baik miskin daripada pembohong atau orang-orang yang tidak setia demi mengejar keuntungan sesaat. Semakin tua dunia ini, pesan ini semakin relevan, karena tingkat kesetiaan manusia semakin lama semakin menurun. Sepanjang isi Alkitab Tuhan mengingatkan kita berulang-ulang agar tetap menjaga kesetiaan dalam segala hal. Kita ambil satu contoh mengenai ketidaktaatan raja Saul dalam 1 Samuel 13:1-22. Ketidaksetiaan Saul menghasilkan bencana bagi dirinya. Karena tidak sabar dan ketakutan menghadapi ancaman dari orang Filistin ia "berselingkuh" terhadap Tuhan. Padahal awalnya Saul mengawali segala sesuatu dengan gemilang. Yang terjadi kemudian, Tuhan menolak Saul sebagai raja Israel. "Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14). Tuhan bahkan menyatakan menyesal telah menjadikan Saul sebagai raja. (15:11). Tidak saja Tuhan menolak dirinya sebagai raja Israel, tapi kita tahu selanjutnya bagaimana nasib Saul berakhir tragis. Akibat ketidaksetiaannya, ia tidak saja sekedar kehilangan mahkota, tapi juga berkat dan penyertaan Tuhan dalam hidupnya.

Paulus menggolongkan kesetiaan sebagai salah satu buah Roh. (Galatia 5:22). Dalam Suratnya kepada Timotius pun Paulus memberi pesan: "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Paulus menyadari betul betapa pentingnya kesetiaan dalam kehidupan manusia di mata Tuhan. Ini pesan penting bagi kita apalagi di hari-hari dewasa ini dimana kesetiaan tidak lagi menjadi hal penting bagi berbagai kalangan. Kita harus mampu membangun kesetiaan terhadap pasangan kita, setia dalam bekerja, apalagi terhadap Tuhan. Jangan bicara dulu soal setia kepada Tuhan jika dalam berbagai aspek kehidupan di dunia saja kita gagal menunjukkan komitmen kita terhadap kesetiaan. Betapa pentingnya faktor kesetiaan bagi Tuhan, sehingga kesetiaan ini pun mejadi syarat untuk memperoleh kehidupan yang diberkati. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (Ulangan 28:14). Ketidaksetiaan adalah satu dari beberapa kefasikan dan kelaliman manusia yang sangat dimurka Tuhan. "penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan." (Roma 1: 29-31). Dan terhadap orang-orang golongan ini, Firman Tuhan berbicara sangat keras. yaitu dihukum mati. (ay 32). Apapun yang kita lakukan hari ini, lakukanlah dengan setia. Sebagai sahabat-sahabat dan murid Kristus, sudah selayaknya kita meneladani pribadi Kristus yang setia sampai akhir. Berlakulah setia dan adil kepada pasangan hidup kita. Milikilah pribadi ideal sebagai sosok yang setia.
Seperti Kristus yang setia hingga akhir demikian pula kita hendaknya setia
sumber:(renungan-harian-online.com)

Jumat, 29 Oktober 2010

Menghakimi orang lain

"Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." (Matius 7:1)

Perintah Yesus sehubungan dengan menghakimi orang lain sederhana sekali. Dia berkata, "Jangan." Rata-rata orang Kristen adalah pribadi yang kecamannya paling menusuk hati. Kecaman adalah salah satu kegiatan biasa dari manusia, tetapi dalam alam rohani tidak ada hasil yang dicapai dalam kecaman tersebut.

Akibat dari kecaman ialah terbaginya kekuatan dari orang yang dikecam. Roh Kuduslah satu-satunya Pribadi yang tepat untuk mengecam, dan Dia sajalah yang sanggup menunjukkan kesalahan tanpa menyakiti dan melukai. Mustahil untuk menjalin persekutuan dengan Allah bila Anda ada dalam suasana hati yang suka mengecam. Kecaman cenderung membuat Anda kasar, ingin membalas dendam dan kejam, serta meninggalkan kesan pada diri Anda bahwa Anda lebih unggul dari orang lain.

Yesus berkata, bahwa sebagai muridNya anda harus mengembangkan watak yang tidak suka mencela. Ini takkan terjadi dengan segera tetapi harus dikembangkan seiring dengan waktu. Anda harus terus waspada terhadap apapun yang menyebabkan anda menyangka diri anda lebih unggul.

Hidup saya tidak luput dari penyelidikan tajam yang dilakukan oleh Yesus. Jika saya melihat selumbar kecil di mata Anda, itu berarti saya mempunyai balok di mata saya sendiri (lihat Mat. 7:3-5). Setiap kesalahan yang saya lihat pada anda, Allah menemukannya dalam diri saya. Setiap kali saya menghakimi, saya menyalahkan diri saya sendiri (lihat Rm 2:17-24).

Berhentilah menggunakan tongkat pengukur bagi orang lain. Selalu paling sedikit ada satu fakta tambahan, yang tidak kita ketahui, dalam situasi setiap orang. Tindakan pertama yang dilakukan Allah ialah membersihkan kita secara cermat. Setelah itu, tidak ada kemungkinan kesombongan yang masih tersisa dalam diri kita. Saya tidak akan kehilangan harapan terhadap seseorang, setelah memahami hal yang terdapat dalam diri saya di luar anugerah Allah.


sumber : (terangdunia.com)

Kamis, 28 Oktober 2010

Lidah Penentu Berkat atau Kutuk

Mulut, tempat lidah berada adalah senjata yang mematikan walaupun merupakan suatu anggota kecil dari tubuh, daripadanya dapat keluar berkat atau kutuk, ia bisa membangun suatu Negara yang kuat ataupun menghancurkannya (Ams 11:11 25:15). Dan terkandang tanpa disadari mulut kita bisa membuat kita jatuh dalam dosa(Yak 3:8; Ams 18:21). Dalam matius 15:18-19 dikatakan bahwa dosa lidah timbul dari hati, karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat, namun bila hati kita bersih dan tulus, maka perkataan kita menjadi berkat bagi banyak orang.
Ia menunjukkan bahwa ada kuasa dalam mulut kita, melalui mulut kita menjadi penyembah-penyembahan dalam Roh dan kebenaran bahkan Tuhan telah memberikan kepada kita mulut untuk memuji sejak masih dalam kandungan(Mat 21:16). Dari mulut kita ada kekuatan untuk melawan musuh seperti rasa takut dan keragu-raguan. Dan Tuhan telah memilih kita sebagai penyambung lidah-Nya bagi orang-orang yang belum percaya(Yer. 15:19).
Dengan segala otoritas yang terletak dalam mulut kita maka sudah selayaknya jika kita berhati-hati dalam menggunakan mulut kita, karena bisa menjadi berkat atau kutuk bagi diri kita, keluarga, keturunan kita bahkan orang-orang di sekitar kita. Jadi apakah yang kita pilih ? Berkat atau kutuk ? Tentunya kita memilih berkat. Karena itu marilah kita belajar mengucapkan kata-kata yang mendatangkan kehidupan bukan kematian.

Berkata tanpa berpikir adalah menembak tanpa mengarahkan pada sasaran.

sumber : Nafiri Sound

Rabu, 27 Oktober 2010

Menghadapi Proses

Jika ubi dan telur di masukkan kedalam air mendidih, setelah beberapa lama maka telur akan menjadi keras, tetapi sebaliknya ubi menjadi lunak. Kedua benda itu berada dalam panci dan air mendidih yang sama, namun keduanya memunculkan reaksi yang berbeda. Begitu pula dalam hidup ini, setiap orang pasti pernah menjalani dan melewati proses atau berbagai ujian. Selama kita masih ada di dalam dunia ini, kita pasti akan selalu melewati proses demi proses sehingga akan terlihat kualitas hidup kita. Reaksi dari setiap orang saat menjalani proses itu berbeda-beda di mana ada orang yang dapat menerima saat diproses atau sebaliknya ada orang yang berusaha menghindari dan melarikan diri saat diproses.

Proses sebenarnya adalah suatu pembuktian tentang bagaimana kualitas hidup kita yang sebenarnya, apakah kita adalah orang yang lemah atau kuat. Seperti halnya saat Tuhan memproses kita di mana hal itu bertujuan untuk memurnikan iman kita karena Tuhan rindu iman kekristenan kita teruji. Tuhan rindu supaya kita semakin dewasa di dalam Dia sehingga

kita berkenan di hadapanNya. Dalam firman Tuhan dikisahkan saat Ayub mengalami proses dalam hidupnya, Ayub tetap setia kepada Tuhan. Melalui proses itu pada akhirnya Ayub boleh melihat akan rencana Tuhan yang indah . Biarlah saat diproses setiap kita tetap setia kepada Tuhan Dalam Ayub 23:10 dikatakan bahwa saat kita diuji biarlah kita dapat keluar seperti emas yang murni. Biarlah dalam melewati apa pun, kita dapat keluar sebagai pemenang sebab kita adalah umat yang lebih dari para pemenang. Bersama Tuhan kita mampu menghadapi segalanya. Oleh karena itu dalam menghadapi tekanan, ujian, dan persoalan tetaplah bertahan serta bertekun sehingga kita dapat melewati semua proses dan pada akhirnya kita dapat melihat rencana Tuhan yang indah. Yang terpenting dalam menjalani setiap proses adalah diperlukan sikap atau reaksi yang benar. Kita harus tetap memiliki sikap yang optimis dan tidak mudah putus asa serta mengeluh. Dalam keadaan apa pun belajarlah untuk mengucap syukur dan tetap kuat sebab Tuhan tidak pernah memberikan yang buruk. Jangan pernah takut menghadapi proses sebab Tuhanlah yang menjadi kekuatan kita. Percayalah, bersamaNya kita pasti mampu melewati semuanya.


Yang terpenting dalam menjalani setiap proses adalah diperlukan sikap atau reaksi yang benar.

sumber : Renungan Harian Kemenangan

Selasa, 26 Oktober 2010

Bertumbuh lewat masalah

Sebuah pohon yang sedang tumbuh harus memiliki akar yang kuat sehingga apabila pohon tersebut terkena terpaan badai maka pohon tersebut tidak akan tumbang. Pohon tersebut akan tetap berdiri dengan kokoh.
Begitu pula dalam hidup ini di mana Tuhan hendak menjadikan kita sebagai umat yang kuat. Oleh karena itu seringkali lewat persoalan dan tantangan., Tuhan hendak menguji dan menjadikan kita sebagai umat yang kuat dan dapat bertumbuh dalam iman kepadaNya.

Dengan masalah yang ada apakah kita dapat semakin bertumbuh atau malah semakin terpuruk. Semua itu tergantung dari respon atau sikap kita saat menghadapi masalah. Pada Umumnya setiap orang tidak senang dengan setiap masalah yang terjadi di dalam hidupnya. Sebagai umat pemenang setiap kita harus dapat melewati proses dan ujian yang ada karena hal tersebut akan membuat iman kita semakin bertumbuh dalam Tuhan.
Tuhan hendak menjadikan kita menjadi umat yang kuat dan tangguh, bukan umat yang lemah. Melewati setiap masalah Tuhan ingin memurnikan dan menguji setiap kita karena sesungguhnya Tuhan lebih memperhatikan karakter daripada kenyamanan kita. Hanya hubungan kita dengan Tuhan yang akan kita bawa sampai kepada kekekalan. " ...kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, ...."(Roma 5:3-5).
Tanpa masalah kekristenan tidak akan pernah teruji dan kualitas iman yang sebenarnya tidak akan muncul. Seperti halnya emas yang di masukkan ke dalam peleburan supaya menghasilkan emas yang murni. Demikian juga dengan kita saat menghadapi persoalan, janganlah kita hanya memandang dari sisi buruk dan tidak enaknya saja. Lewat masalah Tuhan ingin mengoreksi hidup kita supaya kita tetap berada dalam kebenaranNya dan semakin bertumbuh. Jadi saat menghadapi masalah, milikilah pikiran dan pandangan yang positif sebab tidak selamanya persoalan itu buruk. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. percayalah Tuhan tidak pernah memberikan hal yang buruk sebab rancanganNya atas kita selalu baik.
Dibalik setiap masalah pasti ada kebaikan yang akan di nyatakan oleh Tuhan. Bertahanlah dalam setiap terpaan "Badai" yang melanda hidup kita, jangan mudah goyah. Percayalah Tuhan bekerja di dalam diri kita untuk menguatkan roh kita.

"Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus yesus." (2Timotius 2:1)

Lewat masalah Tuhan ingin mengoreksi hidup kita supaya kita tetap berada dalam kebenaranNya dan semakin bertumbuh.

sumber : Renungan Harian Kemenangan

Senin, 25 Oktober 2010

Tidak Diperhamba Masalah

Seoarang hamba tidak akan pernah mengalami kebebasan sebab kehidupannya dikendalikan dan di kuasai oleh majikannya. Hamba harus tetap mengikuti perintah dari majikannya entah itu baik ataupun buruk, dia senang atau tidak senang. Begitu pula halnya dengan kehidupan yang diperhamba oleh masalah maka hal itu akan menyebabkan kehidupan tersebut akan mengalami kesulitan dalam meriah kemenangan dan terobosan. Oleh sebab itu pada saat kita mengizinkan ujian dan masalah mulai mengedalikan hidup kita maka itu berarti pikiran dan perasaan kita hanya akan di penuhi oleh masalah yang ada sehingga hal tersebut mengakibatkan kita menjadi pesimis dan mudah putus asa. Hal tersebut jika terus menerus dibiarkan akan menyebabkan lama kelamaan dalam hidup ini kita menjadi orang yang kalah dan sulit mengalami kemajuan.
Sebagai umat pemenang Tuhan tidak menghendaki kita dikendalikan oleh setiap masalah. Oleh sebab itu jangan pernah membiarkan diri kita dikuasi oleh masalah, sebaliknya milikilah kepercayaan bahwa bersama Tuhan kita pasti sanggup menghadapi setiap tantangan yang ada di depan kita. Bagi Tuhan tidak ada perkara yang terlalu sulit untuk di taklukan, segalanya mungkin bagi Tuhan. Seberat apa pun masalah kita, jangan pernah menjadi hamba dari masalah tersebut. Arahkan pandangan kita hanya kepada Tuhan yang adalah sumber pertolongan sebab hanya Dia yang berkuasa atas hidup kita. Oleh karenanya dalam menghadapi setiap permasalahan, milikilah pikiran Kristus yang tidak akan membiarkan hidup kita diperhamba oleh masalah. Jangan biarkan iblis menipu dengan mengatakan bahwa kita adalah orang yang kalah serta menanamkan ke dalam pikiran kita bahwa persoalan yang ada begitu berat dan tidak mampu kita lalui. Lawanlah hal tersebut dengan tetap percaya bahwa tantangan yang ada adalah percobaan biasa, yang tidak pernah melebihi kekuatan kita, sehingga dengan demikian kita pasti mampu menanggungnya. Jangan pernah takut menghadapi masalah sebab ketakutan dan kecemasan hanya akan membuat masalah terlihat semakin besar dan akhirnya membuat kita menjadi berkecil hati. Mendekatlah kepada Tuhan sebab di dalam Dia kita pasti mendapatkan kekuatan dan ketenangan, sekalipun ada banyak tantangan. Tuhan siap memberikan kemenangan dan kesuksesan sehingga kita tidak akan menjadikan umat yang kalah. Berdirilah teguh dan jangan pernah di kalahkan oleh masalah.



sumber :Renungan Harian Kemenangan

Minggu, 24 Oktober 2010

Dosa-dosa kecil

Dua orang pendosa mengunjungi hamba Tuhan yang bijak dan meminta nasehatNya.

"Kami telah melakukan suatu dosa," kata mereka dan suara hati kami terganggu.
"Apa yang harus kami lakukan ?" "Katakanlah kepadaku, perbuatan-perbuatan salah mana yang telah kamu lakukan, Anakku," kata hamba Tuhan tersebut.
Pria pertama mengatakan ,"Saya melakukan suatu dosa yang berat dan mematikan."
Pria kedua berkata,"Saya telah melakukan beberapa dosa ringan, yang tidak perlu dicemaskan."
"Baik," kata hamba Tuhan tersebut, "Pergilah dan bawalah kepadaku sebuah batu untuk setiap dosa yang telah kamu lakukan !".
Pria pertama kembali dengan memikul sebuah batu yang amat besar. Pria kedua dengan senang membawa satu tas berisi batu-batu kecil.
"Sekarang," kata hamba Tuhan tersebut, "Pergilah dan kembalikan semua batu itu tepat dimana kamu telah menemukannya!".
Pria pertama mengangkat batu besar itu dan memikulnya kembali ke tempat dimana ia telah mengambilnya. Pria kedua tidak dapat mengingat lagi tempat dari setengah jumlah batu yang telah diambilnya, maka ia menyerah saja dan membiarkan batu-batu itu berada didalam tasnya. Katanya, "Itu pekerjaan yang sulit."
Dosa itu seperti batu-batu itu, kata hamba Tuhan bijak tersebut, Jika seseorang melakukan suatu dosa berat, hal itu seperti sebuah batu besar dalam suara hatinya, tetapi dengan penyesalan yang sejati, memohon ampun dan mengakui Nama Tuhan, maka kesalahannya diampuni seluruhnya oleh Tuhan.
Tetapi pria yang terus menerus melakukan dosa-dosa ringan dan ia tahu itu salah, namun semakin membekukan suara hatinya dan ia tidak menyesali sedikitpun, maka ia tetap sebagai seorang pendosa. Ia sulit membuang batu-batu itu kembali ke tempatnya dan terus menerus membawanya seumur hidup.
"Maka ketahuilah,anak-anakku," nasihat hamba Tuhan itu, "Adalah sama untuk menolak dosa-dosa ringan seperti menolak dosa-dosa berat !"




sumber :(renugan-harian-kita.blogspot.com)

Sabtu, 23 Oktober 2010

Apa yang dibutuhkan pasangan Anda?

Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak baik, pagi hari hanya bisa makan bubur.

Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan begitu baru tidak akan lapar seharian di sekolah.

Setiap sore, ibu selalu membungkukkan badan menyikat panci, setiap panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikit pun.

Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat tidur orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki telanjang.

Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin. Namun, di mata ayahku, ia (ibu) bukan pasangan yang baik. Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkawinan, tidak memahaminya.

Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab. Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih mengatur jadwal sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak-anak, ia adalah seorang
ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berprestasi dalam pelajaran. Ia suka main catur, suka larut dalam dunia buku-buku kuno.

Ayah saya adalah seoang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia maha besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami. Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik, dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam-diam di sudut halaman.

Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi, menyatakan kepedihan yang dijalani dalam perkawinan.

Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan dalam perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan mereka layak mendapatkan sebuah perkawinan yang baik. Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkawinan mereka lalui dalam kegagalan, sedangkan aku, juga tumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri : Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?

Pengorbanan yang dianggap benar.

Setelah dewasa, saya akhirnya memasuki usia perkawinan, dan secara perlahan -lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini.

Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan sungguh-sungguh berusaha memelihara perkawinan sendiri. Anehnya, saya tidak merasa bahagia ; dan suamiku sendiri, sepertinya juga tidak bahagia. Saya
merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan tidak enak, lalu, dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati. Namun, rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia.

Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya berkata : "Istriku, temani aku sejenak mendengar alunan musik!"

Dengan mimik tidak senang saya berkata : "Apa tidak melihat masih ada separoh lantai lagi yang belum dipel?"

Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan ibu saya, ibu juga kerap berkata begitu sama ayah. Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan
mereka. Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya.

Yang kamu inginkan?

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah saya... Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam perkawinannya, Waktu ibu menyikat panci lebih lama daripada menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga, adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan, ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih, namun, jarang menemaninya, sibuk mengurus rumah, ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga.

Dan aku, aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku. Cara saya juga sama seperti ibu, perkawinan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita, dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia. Kesadaran saya membuat saya membuat keputusan (pilihan) yang sama. Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.

Saya bertanya pada suamiku : "Apa yang kau butuhkan?"

"Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengar musik, rumah kotor sedikit tidak apa-apalah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu kau bisa menemaniku," ujar suamiku.

"Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang mencuci pakianmu.... ," dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal yang dibutuhkannya.

"Semua itu tidak pentinglah," ujar suamiku. "Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku."

Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikamti kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun,
bukannya cara pihak kedua.

Jalan kebahagiaan

Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja buku, Begitu juga dengan suamiku, dia juga menderetkan sebuah daftar kebutuhanku. Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya, waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat.

Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit, misalnya, "Dengarkan aku, jangan memberi komentar." Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang akan merasa dirinya akan tampak seperti orang bodoh. Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.

Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya pada saya, kalau tidak saya hanya boleh mendengar dengan serius, menurut sampai tuntas, demikian juga ketika salah jalan. Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun, jauh lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami ini, perkawinan yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup.

Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan, misalnya menyetel musik ringan, dan kalau lagi segar bugar merancang perjalanan keluar kota. Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama dan kebutuhan kami, setiap ada pertikaian, selalu pergi ke taman flora, dan selalu bisa menghibur gejolak hati masing-masing. Sebenarnya, kami saling mengenal dan mencintai juga dikarenakan kesukaan kami pada taman flora, lalu bersama kita menapak ke tirai merah perkawinan, kembali ke taman bisa kembali ke dalam suasana hati yang saling mencintai bertahun-tahun silam.

Bertanya pada pihak kedua : "Apa yang kau inginkan?" Kata-kata ini telah menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkawinan. Keduanya akhirnya melangkah ke jalan bahagia.

Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia, mereka terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak kedua, bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua. Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun, pihak kedua tidak dapat merasakannya, akhirnya ketika menghadapi penantian perkawinan, hati ini juga sudah kecewa dan hancur.

Karena Tuhan telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, setiap orang pantas dan layak memiliki sebuah perkawinan yang bahagia, asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak kedua! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri, perkawinan yang baik, pasti dapat diharapkan.




sumber : (renungan-harian-kita.blogspot.com) Ditulis oleh Isak Rickyanto

Jumat, 22 Oktober 2010

Kepahitan merugikan diri sendiri

Pernahkah Anda dilukai oleh orang lain dimasa lalu? Jika ya, sudahkah Anda telah terlepas dari rasa sakit ? atau luka tersebut terus tertoreh di dalam hati Anda?
Disakiti atau diperlakukan tidak adil merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi diri kita bila hal tersebut terjadi dalam kehidupan kita.
Saat disakiti kita dapat memilih untuk terus mencengkeram rasa sakit dan menjadi pahit hati. Hidup kita menjadi menderita, kita membenci dan menyalahkan orang yang menyakiti kita. Satu hal yang pasti bila pilihan ini yang kita ambil, maka orang yang menyakiti kita tidak akan tersakiti, tapi kita sedang menyakiti diri kita sendiri. Dan bila dibiarkan terus menerus akan menjadi akar pahit dalam hidup kita.
Kepahitan bisa menjadi sesuatu yang mematikan, tidak hanya merusak diri sendiri, tetapi juga ke orang lain (bahkan mungkin orang yang kita kasihi).
Adolf Hitler adalah contoh orang yang mempunyai luka batin dimasa lalu, dan seperti yang kita tahu akibat luka tersebut banyak orang yang menderita bahkan mati.
Jangan biarkan kehidupan kita dikotori oleh kepahitan, mulailah untuk mengampuni dan percaya bahwa Tuhan akan memulihkan Anda dan memberi keadilan bagi Anda. Hapus setiap kepahitan dihati Anda hingga ke akar-akarnya dan rasakan kelepasan sejati dari Tuhan.

Ibrani 12:15
“Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan dan mencemarkan banyak orang.”




sumber : (renungan-harian-kita.blogspot.com)

Kamis, 21 Oktober 2010

Menghargai sesama

Suatu hari, Leo Tolstoy seorang penulis besar rusia sedang berjalan-jalan di sebuah jalan. Tiba-tiba, ada seorang pengemis datang mendekatinya dan meminta uang. Kemudian Leo Tolstoy merogoh sakunya ternyata dompetnya tertinggal di rumah. "Saudaraku , aku minta maaf, Sebenarnya aku ingin memberimu uang, tetapi dompet ku tertinggal. "Pengemis itu menatapnya sebentar, dengan mata berkaca-kaca ia berkata, "Tuan, tuan sudah memberi lebih banyak daripada uang, Leo Tolstoy merasa heran. Lalu pengemis itu berkata lagi, "Ya tuan sudah memberi lebih besar daripada uang, karena tuan sudah memanggil saya dengan sebutan saudaraku. Tuan tidak memanggil saya pengemis atau sebutan hina lainnya. Saya benar-benar merasa di hargai."
John Gardne pernah berkata, "Jika kita melayani, maka hidup akan lebih berarti." Dan tahukah Anda kita dapat melayani sesama dengan cara menghargai mereka ? Setiap orang di dunia ini, tanpa terkecuali membutuhkan sebuah penghargaan. Bahkan menurut sebuah penelitian ada lebih dari 4 miliar orang di dunia ini yang haus akan kata-kata penghargaan yang tulus.
Dalam Matius 7:12 mengatakan "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." itu berarti, bila kita ingin di hargai, kita harus menghargai orang lain lebih dulu. Lagi pula, bukankah kunci dalam meraih hubungan yang baik adalah dengan membiarkan orang lain merasa penting?


Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja (I Petrus 2:17)



sumber : Renungan Bulanan Profesional

Berbagi Peran(Joke)

Seorang suami, sauatu pagi berangkat ke kantor. Saat di mobilnya keluar dari garasi
ke jalan di perumahannya, istrinya melambaikan tangannya, "Da Pa, sampai ketemu
nanti sore !"
Saat di mobil, suaminya mulai berandai-andai. Dia merasa Tuhan itu tidak adil. Dia
merasa bekerja lebih berat ketimbang istrinya. Ketika dia masuk kantor , istrinya
bisa menonton televisi sambil makan camilan, "Kok asyik banget ya ?" Semakin di
kembangkan, pikiran negatif semakin bertumbuh subur dan akhirnya berbuah.
Malam harinya, sebelum naik ketempat tidur, dia berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku
merasa bebanku jauh lebih berat ketimbang istriku. Aku mohon Engkau menukar tempat.
Biarkan aku jadi seorang wanita dan istrinya jadi seorang pria. Mulai besok aku
yang menjadi instri dan istriku menjadi suami...Amin"
Doanya di kabulkan, Keesok harinya, dia jadi istri. Ritual pagi pun mulai. Ketika
suaminya hendak berangkat kerja dia berkata, "Da Pa, sampai nanti sore ya" DEngan
gembira dia ingin mengambil camilan di atas kulkas sambil menonton telivisi. Matanya
melihat lantai , "Ya ampun kotor amat, " Maka dia pun mulai menyapu rumah,
mengepelnya. baru saja dia minikmati hasil kerjanya, dia teringat bahwa tugasnya
hari ini adalah belanja. Maka dia pun pergi ke pasar. Pulang sudah jam 11. Dia
segera ingat bahwa pakaian kotor masih belum di cuci. Segera dia mengambil ember
dan mencuci baju itu serta menjemurnya. Begitu selesai , dia melirik jam. "Ya
ampun, saya harus menjemput anak sekolah".
Suami telah menjadi istri ini mengeluh. ternyata menjadi istri berat. Namun,
kareana gengsi dia mencoba bertahan. ternyata baru 1 minggu menjadi istri, dia
sudah menyerah. Malam harinya, dia kembali berdoa. "Tuhan ampuni aku, ternyata
menjadi istri itu lebih berat. Kembalikan aku jadi suami kembali."
Tiba-tiba dia mendengar suara dari Surga. "Anakku, aku mau saja mengubahmu menjadi
laki-laki kembali, tetapi tunggu sembilan bulan lagi, karena engkau terlanjur
hamil!"


sumber : Renungan bulanan profesional

Rabu, 20 Oktober 2010

Kuasa Perkataan

Robert Webber mengisahkan masa kecilnya dalam buku "What My Parents Did Right". Semasa kecil ia tinggal bersama orang tuanya yang adalah seorang misionaris yang melayani di Afrika. Memang tinggal di daerah pertanian blackberry. Suatu hari Robert sedang memetik buah blackberry, tanpa sadar ia menyimpang ke kebun tetangga dan memetik berry di sana. Tetangga yang mengetahui hal itu, tiba-tiba keluar dari pintu, mengancungkan tinjunya dan berteriak. "Pergi dari kebunku, dan jangan sampai aku melihatmu lagi di tanahku ! kau mengerti !" Robert ketakutan dan pulang melapor kepada ayahnya. Ayahnya kemudian berkata, "berikan ember blackberry itu, kita akan ke sebelah untuk berbicara dengan tetangga kita" Robert berpikir, "Bagus, ayahku akan memberi pelajaran kepada orang itu !".
Sesampai di rumah tetangganya, ayah Robert berkata, "Pak, saya minta maaf kalau anak saya telah memasuki kebun Anda tanpa ijin. Ini, saya ingin Anda menerima blackberry-nya. "Tetangga itu terpana dan berkata, "Maaf saya sudah membentak anak Anda. Saya tidak ingin blackberry itu, bahkan saya tidak menyukainya. Simpan saja untuk Anda dan Anda juga boleh memetik semua berry yang Anda mau di kebun saya. "Saya berjalan pulang, ayah Robert berkata "Alkitab mengatakan jawaban yang lemah lembut memadamkan amarah, ingatlah itu"
Perkataan adalah salah satu komponen yang mendukung kesuksesan kita. Karena itu, mari mulai hari ini kita belajar untuk berkata-kata yang positif, membangun, bahkan memberkati orang banyak.


"Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan" (Amsal 15:18)

sumber : Renungan Bulanan Profesional

Selingkuhan Papa (Joke)

Seorang wanita ingin menghubungi handphone suaminya tetapi tidak bisa karna
baterainya habis. Jadi dia menyuruh anaknya yang kecil untuk menelpon papanya
menggunakan hp nya sendiri. Setelah mencoba menghubungi hp papanya, tetapi selalu
wanita yang menjawab telepon.
WANITA ! karena di bakar api cemburu, wanita itu dengan tidak sabar menuggu
suaminya pulang dari tempat kerja. begitu suaminya muncul, dia menyambutnya dengan
tamparan di wajah suaminya. tentu saja suaminya marah dan mereka pun ribut. Para
tetangga berdatangan untuk mengetahui asal keributan itu.
Wanita itu, menyuruh anaknya untuk menceritakan apa yang di lakukan wanita yang
menjawab hp milik papanya. Anaknya berkata,
"Telepon yang Anda hubungi sedang sibuk Cobalah beberapa saat lagi!"

Selasa, 19 Oktober 2010

Teguran seorang anak

Dalam buku berjudul Orang Buta yang Membawa Lentera(Gloria Graffa,2010). Soerang gadis kecil pulang dari gereja. Sambil duduk di pangukuan ayahnya ia berkata, "Ayah apakah Ayah minum minuman keras lagi?" Perkataan putrinya itu membuat sang ayah gelisah. Jika istrinya yang menegur, tentu ia sudah hilang kesabaran dan minum lebih banyak alkohol. Namun, putrinya menegur dengan kasih. Ia pun bertobat. Sejak itu, rumahnya menjadi "Surga" kecil.
Keterbukaan Komunikasi ini tidak merenggangkan hubungan, tetapi justru mengarahkan kembali keluarga itu akan rancangan besar Allah bagi mereka.
Seorang anak yang mengenal kasih Kristus sangat mungkin menjadi saksi yang berani. Sebab ia tulus, tak ada niat menjerumuskan atau mempermalukan orang lain. Khususnya bagi keluarga sendiri. Tak selalu orang tua mengoreksi anak. Bahkan, ketika suami istri atau istri tak mampu menegur pasangannya, maka si anak dapat. Justru anak kerap dapat menegur orangtua dengan cara yang lebih mudah di terima.



DALAM KELUARGA KRISTIANI YANG MAU BERTUMBUH SETIAP ANGGOTA TERBUKA UNTUK DI TEGUR DAN MENEGUR

sumber Buku Renungan Harian

Senin, 18 Oktober 2010

Memeriksa Diri (Ratapan 3:25-40)

Seorang pengusaha hotel kecil jengkel karena para tamu menuntut di perlakukan seperti tamu di hotel berbintang lima. Sering mereka mengumpat dengan wajah merah. Lama kelamaan ia memperhatikan, betapa jeleknya wajah orang saat marah. Dari situ didapatkannya sebua ide. Ia taruh sebuah cermin besar dengan lampu terang di belakang meja resepsionis. Setiap tamu yang marah bisa melihat dengan jelas wajahnya sendiri yang jelek di cermin. Cara itu ternyata membuat orang cepat sadar, lalu berhenti marah.

Denga bercermin, orang bisa menyadari kesalahannya. Dalam hidup rohani, bercermin artinya memeriksa diri, Introspeksi. Menyelidiki apakah hati kita masih lurus di hadapan Tuhan atau mulai terpikat pada jalan yang berdosa.

Kesibukan dan rutinitas kerja bisa membuat kita jarang memeriksa diri. Padahal setiap hari kita berbicara, juga membuat rencana dan keputusan. Kapan terakhir kita merenungkan: Apakah perkataan saya menyakiti orang? Apakah rencana saya seturut dengan kehendak Tuhan? Apakah keputusan saya bijak dan benar ? Sama seperti mobil perlu di periksa(tune up) secara berkala agar kondisinya tetap prima, hati kita pun perlu di tune up juga.









MEMERIKSA SIKAP DIRI SETIAP KALI MENOLONG KITA UNTUK MEMBANGUN KUALITAS DIRI

Sumber (Buku Renungan Harian)

.